Melonggarnya pembatasan wilayah dan diijinkannya para pekerja kembali ke kantor, membuat banyak orang beraktivitas keluar rumah. Situasi ini perlu diikuti kepatuhan menjalankan protokol kesehatan.
Agar terjadi kepatuhan sebagaimana yang diharapkan, perlu ada pendekatan dengan pengelolaan kekuasaan dari pihak-pihak yang memiliki otoritas.
Meminjam teori kekuasaan dari John R. P. French dan Bertram Raven, ada dua pendekatan yang mungkin dapat digunakan.
Pertama, kekuasaan dengan paksaan (coercive power). Otoritas dapat menegaskan bahwa saat ini kita semua memiliki gangguan eksternal, memiliki musuh bersama, yaitu virus Covid-19. Agar semua tetap selamat dan aktivitas sosial ekonomi dapat tetap berputar, semua orang harus mengikuti instruksi dan aturan dari pihak otoritas.
Kedua, kekuasaan dari ahli (expert power). Otoritas memberi arahan atau penjelasan mengenai kondisi dan aksi yang diperlukan untuk menghadapi pandemi melalui para ahli. Ahli ini contohnya adalah dokter, ahli epidemologi, dan pakar kesehatan masyarakat. Para ahli tersebut akan menggunakan pengetahuan dan pengalamannya untuk memberi informasi –juga mempengaruhi– masyarakat agar dapat berdisiplin dan bersedia menjalankan protokol kesehatan.
Tampaknya minimal dua pendekatan pengelolaan kekuasaan tersebut bisa dipakai. Tentu keduanya harus dikombinasikan jika melihat keragaman latar masyarakat di Indonesia.
Lihat artikel berikut ini: Organizational Power in Perspective.
Gagasan untuk tulisan ini diperoleh dari informasi dalam berita harian Kompas, “Patuhi Protokol Kesehatan”, 9 Juni 2020, halaman 1.
Agar terjadi kepatuhan sebagaimana yang diharapkan, perlu ada pendekatan dengan pengelolaan kekuasaan dari pihak-pihak yang memiliki otoritas.
Meminjam teori kekuasaan dari John R. P. French dan Bertram Raven, ada dua pendekatan yang mungkin dapat digunakan.
Pertama, kekuasaan dengan paksaan (coercive power). Otoritas dapat menegaskan bahwa saat ini kita semua memiliki gangguan eksternal, memiliki musuh bersama, yaitu virus Covid-19. Agar semua tetap selamat dan aktivitas sosial ekonomi dapat tetap berputar, semua orang harus mengikuti instruksi dan aturan dari pihak otoritas.
Kedua, kekuasaan dari ahli (expert power). Otoritas memberi arahan atau penjelasan mengenai kondisi dan aksi yang diperlukan untuk menghadapi pandemi melalui para ahli. Ahli ini contohnya adalah dokter, ahli epidemologi, dan pakar kesehatan masyarakat. Para ahli tersebut akan menggunakan pengetahuan dan pengalamannya untuk memberi informasi –juga mempengaruhi– masyarakat agar dapat berdisiplin dan bersedia menjalankan protokol kesehatan.
Tampaknya minimal dua pendekatan pengelolaan kekuasaan tersebut bisa dipakai. Tentu keduanya harus dikombinasikan jika melihat keragaman latar masyarakat di Indonesia.
Lihat artikel berikut ini: Organizational Power in Perspective.
Gagasan untuk tulisan ini diperoleh dari informasi dalam berita harian Kompas, “Patuhi Protokol Kesehatan”, 9 Juni 2020, halaman 1.