Raih keunggulan lewat kepedulian

Beberapa hari lalu, saya bertemu teman baru yang belum lama saya kenal. Profesinya guru bahasa Inggris di sebuah sekolah swasta.

Ia menceritakan beberapa aksinya untuk mengubah suasana pembelajaran di kelas.

Ia meminta para muridnya untuk duduk melingkar agar dapat saling menatap satu sama lain. Ia meminta para muridnya memilih satu kata atau sebuah kalimat yang akrab dengan keseharian hidup mereka dan selanjutnya menyusun tenses berdasarkan itu.

Ia bahkan bertanya pada guru-guru dari mata pelajaran lain tentang topik dan konteks tertentu dari materi pelajaran yang mereka berikan. Ia kemudian berupaya menyusun materi pelajarannya agar punya kaitan dengan mata pelajaran lain tersebut.

Tapi ada yang membuat saya lebih asyik lagi mendengarkan ceritanya. Ia membuat format semacam konsultasi: menyediakan waktu 15 hingga 30 menit setelah jam pelajaran, para murid diminta untuk menyampaikan kesulitan yang mereka alami di rumah ketika belajar, dan ia memberi saran apa yang bisa dilakukan.

Tidak semua masalah dapat ia pecahkan. Tapi semua muridnya senang. Mereka punya kesempatan untuk curhat. Bahkan ada murid yang bercerita tentang konflik di antara orangtuanya yang kemudian mempengaruhi semangat untuk belajar.

Bagi saya yang menarik bukan hanya proses belajar yang berusaha ia tumbuhkan, tapi kesediaannya untuk mendengar dan mencoba mengusulkan solusi bagi para muridnya.

Itu artinya ia berbuat sedikit lebih daripada sekadar mengajar. Itu artinya perhatian, itu kepedulian. Kepedulian menjadikan ia punya keunggulan yang mungkin tak dimiliki para guru pada umumnya.